Di
suatu daerah, tinggallah sebuah keluarga nan harmonis dan rukun. Sepasang suami
istri, dua anak, dan seorang ibu dari suami yang juga nenek dari dua anak
tersebut. Mereka tinggal di sebuah rumah sederhana. Tidak ada perkelahian
antara dua anak tersebut. Begitu pula dengan kedua pasang suami istri.
Sementara sang ibu, menikmati masa tua dengan bahagia bersama cucu-cucunya.
Dan
di suatu hari pula, dua anak tersebut berlari menentang tas rangsel mereka,
pulang dari sekolah dengan wajah gembira. Di tangan mereka ada dua kertas yang
dipegang erat-erat seakan tidak ada yang boleh mengambilnya. Setelah sampai
dirumah, mereka berlari menemui ibu untuk menunjukkan isi yang ada dalam kertas
tersebut.
“Ibu…!
Nilai ulangan Asmira dapat 100!” anak pertama melapor.
“Nilai
Dina juga 100, Bu!” anak kedua juga melapor.
Si
ibu, dengan segenap kebahagiaan yang ada dalam hatinya, mengembangkan tangannya
memanggil dua anaknya kepelukannya. Dan dengan berlari, sang anak memeluk
ibunya yang langsung menciumi kedua anak tersebut.
Walhasil,
berita suka cita tersebut terdegar oleh sang bapak di malam hari ketika baru
pulang dari kantornya. Dengan perasaan senang, sang bapak menjanjikan liburan
keluar kota untuk merayakan keberhasilan dua anak tercintanya. Semua anggota
keluarga setuju, tidak terkecuali nenek dua anak tersebut yang semakin memasuki
usia renta.
Tanggal
untuk berlibur telah ditetapkan. Tujuan pun telah ditentukan. Namun, apa asa,
sang nenek yang telah tua renta tiba-tiba mendadak sakit. Penyakitnya kambuh
dan terpaksa dilarikan ke rumah sakit. Si Bapak bingung. Di satu sisi, ia
berposisi sebagai anak yang harus membahagiakan Ibunya dengan menjaganya ketika
sakit. Dan di sisi lain, ia bertindak sebagai bapak yang harus membahagiakan
anak-anaknya dengan liburan. Namun, hidup adalah pilihan. Dan dia harus memilih
akibat biaya yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan keduanya.
Akhirnya
di suatu malam. Dengan perasaan yang sedih. Ia mengajak kedua anaknya untuk
membicarakan masalah penundaan liburan. Ada perasaan tidak enak dihatinya
ketika, di awal janji liburan dahulu, ia mengetahui bahwa anak-anaknya sangat
berbahagia ketika ia mengajak mereka berlibur. Tapi apa daya, perawatan ibu
harus didahulukan. Dan tentunya akan berakibat pada liburan yang harus ditunda
bahkan dibatalkan.
“Nak!
Nenek sedang sakit dan membutuhkan biaya yang besar untuk perawatannya.
Sementara, bapak tidak punya uang lebih. Liburan yang telah kita rencanakan itu
dibatalkan dulu ya? Nanti ketika bapak sudah punya uang, kita akan liburan.
Ok?” Ujar sang bapak dengan perasaan sedih di hatinya karena ia tahu perasaan
anak-anaknya.
Tidak
ada jawaban dari kedua bibir anaknya beberapa saat. Si Bapak pun tidak berani
memaksakan kehendaknya hingga akhirnya kedua anak tersebut berlari kekamar
mereka masing-masing. Bertambahlah kesedihan yang ada dalam diri sang Bapak
terhadap apa yang dirasakan oleh dua buah hatinya yang tersayang.
Belum
hilang rasa sedih yang ada dalam benak sanubari sang bapak ketika kedua buah
hatinya keluar dari kamarnya. Namun yang terlihat adalah, di kedua tangan kedua
anaknya tersebut, celengan tabungan berbentuk ayam. Kedua anak tersebut
mendekati sang bapak seraya berkata.
“Pake
aja uang Asmira untuk kesembuhan nenek, Pak!”
“Uang
Dina juga!”
*******************************************
Cintailah
anak atau generasi penerus, setidaknya, itu yang harus di pahami bersama.
Karena merekalah yang kelak akan membacakan sejarah-sejarah perjuangan generasi
masa kini ataupun generasi terdahulu. Merekalah yang melanjutkan
perjuangan-perjuangan dan pekerjaan-pekerjaan yang generasi sebelumnya.
Oleh : Radinal Mukhtar
Sumber : Nomor 1
Jazakallah...............
0 komentar